Banjir di Kampung Panggung Mulya: Potret Krisis Iklim dan Kerapuhan Infrastruktur Lokal

SHARE THIS POST

Rawapitu, Tulang Bawang — Pada tanggal 3 April 2025, Kampung Panggung Mulya, Kecamatan Rawapitu, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, dilanda banjir besar yang mengganggu hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat. Air sungai Way Tulang Bawang meluap, rumah terendam, aktivitas lumpuh. Idul Fitri tahun ini pun dirayakan dalam suasana yang berbeda—di tengah genangan air, bukan di tengah kemeriahan.

Peristiwa ini menjadi cerminan nyata betapa perubahan iklim, dikombinasikan dengan infrastruktur yang tidak memadai, dapat memicu bencana yang berulang dan memperburuk kondisi sosial-ekonomi warga di pedesaan.


Faktor Penyebab Banjir

Banjir kali ini bukan semata disebabkan oleh hujan deras. Sejumlah faktor saling berkait dan memperparah situasi.

Hujan dengan intensitas tinggi mengguyur kawasan ini selama beberapa hari berturut-turut. Volume air yang masuk jauh melampaui kapasitas saluran yang ada. Tanah yang jenuh air tak mampu lagi menyerap, menyebabkan limpahan ke jalan dan permukiman. Rumah warga yang rata-rata berada di bawah tanggul berdampak pada sulitnya air untuk keluar dari pemukiman saat turun hujan.

gambar5
Air yang menggenang hingga ke dalam rumah.
Foto: Dokumen pribadi

Fenomena meluapnya air sungai Way Tulang Bawang yang terjadi bersamaan dengan hujan lebat memperparah genangan. Air dari hulu yang seharusnya mengalir ke laut tertahan karena naiknya permukaan air, menyebabkan aliran balik ke daratan.

Saluran primer dan sekunder di Kampung Panggung Mulya dalam kondisi kritis. Pendangkalan serta kerusakan pada pintu air membuat sistem drainase tak mampu mengalirkan air secara efisien, hingga meluap ke rumah warga.

Baca Juga:  Strategi Cerdas Memanfaatkan Peluang Digital di Era Ketidakstabilan Ekonomi


Dampak Sosial dan Ekonomi

Rumah dan aset pribadi terdampak banjir. Sebanyak 298 rumah warga terendam air. Perabotan rumah tangga rusak, sejumlah dokumen penting hilang, dan warga harus mengungsi ke tempat yang lebih aman. Kerugian materi sulit dihitung, namun penderitaan yang dirasakan sangat nyata.

Kegiatan ekonomi, terutama di sektor pertanian dan perdagangan kecil, terganggu total. Sawah tergenang, ladang rusak, dan jalur distribusi hasil pertanian terputus. Warga yang mengandalkan pendapatan harian pun kehilangan sumber penghasilan.

Ancaman kesehatan meningkat. Air banjir yang tercemar membawa risiko penyakit seperti diare, infeksi kulit, hingga penyakit saluran pernapasan. Sanitasi yang terganggu mempercepat penyebaran penyakit, terutama di lokasi pengungsian darurat.


Perayaan Idulfitri di Tengah Banjir

banjir4
Kondisi desa terdampak bencana.
Foto: Dokumentasi Pribadi

Hingga saat ini, ratusan rumah warga di kampung Panggung Mulya terdampak parah, dengan genangan air yang sudah bertahan lebih dari satu pekan.

Meski dikepung air, semangat warga untuk merayakan Idul Fitri tak surut. Mereka tetap menjalankan tradisi bersilaturahmi, saling mengunjungi antar tetangga dan sanak saudara, meski dalam kondisi rumah yang terendam dan akses jalan yang sulit dilalui. Suasana lebaran tahun ini jelas berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tak ada pakaian baru atau hidangan mewah, namun kehangatan dan kebersamaan tetap terasa. Ini menjadi potret ketangguhan masyarakat desa yang tak mudah menyerah, sekalipun dalam kondisi sulit.

Selain merendam rumah warga, banjir juga melumpuhkan sejumlah fasilitas umum serta akses jalan utama yang menjadi jalur penghubung antar desa. Aktivitas masyarakat nyaris berhenti, sementara kebutuhan logistik mulai menipis.

Musibah ini menjadi pengingat pentingnya perhatian serius terhadap sistem pengelolaan air dan kesiapsiagaan bencana, terutama di wilayah-wilayah rawan banjir seperti Rawa Pitu.

Baca Juga:  Fenomena Jouhatsu di Jepang: Menghilang Tanpa Jejak dan Memulai Kehidupan Baru

Langkah Penanganan dan Rekomendasi

gambar5 1
Kondisi rumah warga.
Foto: Dokumentasi pribadi

Menghadapi bencana berulang, diperlukan pendekatan sistemik dan berkelanjutan:

1. Rehabilitasi dan Modernisasi Infrastruktur

Pemerintah daerah perlu memprioritaskan perbaikan saluran primer dan sekunder, termasuk pintu air. Sistem drainase yang adaptif terhadap perubahan cuaca ekstrem adalah kebutuhan mendesak, bukan lagi pilihan.

2. Penguatan Sistem Peringatan Dini

Investasi dalam teknologi deteksi cuaca dan informasi dini sangat penting. Sistem ini harus terintegrasi dengan jaringan komunikasi lokal agar masyarakat bisa bersiap lebih awal menghadapi potensi bencana.

3. Pembangunan Infrastruktur Tahan Banjir

Tanggul yang kokoh, kanal evakuasi, serta drainase yang luas dan dalam harus menjadi bagian dari rencana tata ruang wilayah. Solusi ini bisa meminimalisir dampak jika banjir kembali terjadi.

4. Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat

Masyarakat perlu dibekali pengetahuan mengenai kesiapsiagaan bencana. Kampanye edukasi bisa mencakup pelatihan evakuasi, penyimpanan dokumen penting, dan strategi melindungi barang berharga saat banjir datang.

banjir1
Air yang menggenang pemukiman warga.
Foto: Dokumentasi pribadi

Belajar dari Musibah

Banjir di Kampung Panggung Mulya bukanlah bencana pertama—dan kemungkinan besar bukan yang terakhir. Kombinasi antara perubahan iklim global dan lemahnya infrastruktur lokal membuat wilayah ini sangat rentan. Namun dari musibah ini, kita dapat belajar: bahwa kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan, bukan hanya dalam menangani dampak, tetapi juga dalam mencegah terulangnya tragedi serupa.

Perubahan nyata hanya bisa terjadi jika ada kemauan politik dan dukungan komunitas. Banjir bukan sekadar urusan air meluap—ia adalah tanda bahwa kita perlu membangun ulang sistem yang lebih adil, tangguh, dan berkelanjutan bagi semua.