Betulkah Film Horor Lebih Digemari Masyarakat Indonesia?

SHARE THIS POST

Pernah nggak sih kamu bertanya-tanya, mengapa masyarakat Indonesia menyukai film horor? Tiap kali ada film horor rilis, bioskop langsung penuh, obrolan di media sosial ramai, dan trailernya jadi trending. Bahkan kadang, judul-judul yang terkesan “receh” pun bisa mengundang rasa penasaran yang luar biasa.

Fenomena ini bukan hal baru. Sejak zaman “Sundel Bolong” dan “Misteri Gunung Merapi”, hingga era modern seperti “Pengabdi Setan” dan “KKN di Desa Penari”, film horor seakan tak pernah kehilangan panggungnya. Tapi kenapa ya?

gambar 1

Kalau kita lihat dari data, film horor lokal seringkali mengalahkan genre lain dalam hal jumlah penonton film horor. Misalnya saja, “KKN di Desa Penari” sukses mencetak rekor lebih dari 10 juta penonton—angka yang bahkan membuat film drama atau aksi lokal tampak kerdil.

Nah, artikel ini akan membedah hal itu. Kita bakal bahas dari segi sejarah, budaya, psikologi, hingga strategi industri perfilman Indonesia yang bikin genre ini begitu menggoda. Siap? Yuk, lanjut!


Sejarah dan Perkembangan Film Horor Indonesia

Film horor Indonesia punya sejarah panjang. Sejak tahun 1970-an, film seperti Beranak Dalam Kubur atau Sundel Bolong udah jadi makanan sehari-hari masyarakat. Pada masa itu, jumpscare dan elemen mistis menjadi jualan utama. Ceritanya sederhana, efeknya seadanya, tapi impact-nya? Gila.

Lalu masuk ke tahun 2000-an, ada transformasi besar. Mulai banyak film yang nggak hanya mengandalkan setan, tapi juga cerita. Ingat film seperti Jelangkung? Nah, film ini jadi pionir yang membuka era baru horor modern. Penonton nggak cuma dikejutkan, tapi juga diajak berpikir.

Baca Juga:  Melestarikan Budaya Lokal di Era Modern: Rahasia Harmoni Tradisi dan Modernisasi

Sekarang, kita masuk ke era di mana film horor jadi cerminan ketakutan sosial. Contoh nyata: Pengabdi Setan. Film ini mengangkat ketakutan yang lebih dalam, yang dekat dengan keluarga, agama, bahkan kehidupan sehari-hari. Cerita kuat, atmosfer mendalam, sinematografi cakep. Lengkap!


Faktor Budaya dan Psikologi

Kita nggak bisa bahas film horor tanpa nyentuh budaya mistis yang memperkuat daya tarik film horor. Masyarakat Indonesia—mau nggak mau—masih lekat dengan mitos, legenda lokal, dan hal-hal gaib. Dari kecil kita udah dicekokin cerita kuntilanak, genderuwo, sampai keris bertuah. Jadi begitu ada film yang mengangkat tema ini, kita langsung nyambung.

Inilah kenapa film seperti KKN di Desa Penari meledak. Ia bukan hanya menakutkan, tapi juga terasa “bisa banget kejadian beneran.” Bahkan banyak yang nyari lokasi aslinya, bikin thread Twitter panjang, atau debat soal versi nyata cerita itu.

3

Dari sisi psikologis, manusia emang suka tantangan. Ada istilahnya, “ketakutan yang justru dicari oleh penonton.” Ketika kita nonton film horor, tubuh kita memproduksi adrenalin. Deg-degan, tapi seru. Takut, tapi ketagihan. Ada kepuasan tersendiri saat berhasil nonton tanpa nutup mata terus.

Dan jangan salah, dalam konteks sosial, nonton horor sering jadi alat bonding. Ya, siapa sih yang nggak pernah pura-pura berani pas nonton bareng gebetan, padahal deg-degan setengah mati?


Data dan Statistik

Sekarang kita masuk ke bagian yang lebih keras: angka dan fakta.

  • Film “KKN di Desa Penari” jadi film Indonesia paling laris sepanjang masa dengan lebih dari 10 juta penonton (data dari filmindonesia.or.id, 2022).
  • “Pengabdi Setan” garapan Joko Anwar sukses meraih lebih dari 4 juta penonton. Sukses ini berlanjut di sekuelnya, “Pengabdi Setan 2: Communion”, yang juga mencetak jutaan penonton.
  • Bandingkan dengan genre lain: film drama, komedi, atau bahkan aksi lokal sering mentok di angka 1-3 juta penonton. Horor? Bisa lebih dari dua kali lipat.
Baca Juga:  Teknologi Bukan Lagi Zona Maskulin: Kebangkitan Perempuan di Era Digital

Tak hanya di bioskop, tren pencarian dan diskusi film horor di media sosial juga tinggi. Lihat saja TikTok, Twitter, bahkan YouTube. Video reaksi, teori cerita, hingga vlog “nyoba ke lokasi asli film horor” rame banget. Ini artinya, film horor bukan cuma tontonan, tapi jadi fenomena digital.

Dan lucunya, banyak yang bilang takut nonton horor, tapi tetap aja nonton. Bahkan beberapa orang nonton dua kali. Why? Karena penasaran. Dan itu kekuatan horor: ia membuat penonton merasa terlibat.


Peran Media dan Industri

Di era digital, peran media sosial dalam kesuksesan film horor sangat besar. Sekali sebuah film viral di Twitter atau TikTok, efeknya bisa luar biasa. Bahkan film dengan bujet kecil bisa jadi box office asal punya cerita yang relatable dan marketing yang jago.

Contoh? Kembali ke “KKN di Desa Penari”. Sebelum jadi film, cerita ini sudah viral sebagai thread horor Twitter oleh Simpleman. Jadi ketika filmnya rilis, audiensnya sudah terbentuk. Ini contoh nyata strategi marketing film yang memanfaatkan kekuatan komunitas online.

2

Sutradara dan produser juga mulai sadar pentingnya kualitas. Dulu film horor sering dianggap kelas dua. Tapi sekarang, sinematografi film horor Indonesia semakin matang. Penggunaan suara, sudut kamera, pencahayaan—semua dikurasi untuk menciptakan atmosfer horor yang imersif.

Film horor kini tidak hanya mengandalkan hantu, tapi juga cerita yang kuat dan pesan sosial. Dari isu keluarga, trauma masa lalu, hingga konflik batin. Dan ini yang membuat film horor naik kelas, bukan hanya sekadar “bikin takut.”


Dari semua yang udah kita bahas, jelas banget bahwa film bergenre horor lebih dari sekadar genre. Ia adalah cermin budaya, psikologi masyarakat, bahkan strategi industri yang cerdas.

Baca Juga:  Mudik Lebaran 2025: Tradisi Epik yang Mempererat Kebersamaan dan Identitas Budaya

Dengan jumlah penonton yang melonjak untuk film bergenre horor, ditambah keberhasilan judul-judul seperti “KKN di Desa Penari” dan “Pengabdi Setan”, sulit untuk bilang ini cuma tren sesaat. Horor di Indonesia adalah bagian dari identitas hiburan lokal.

Jadi, betulkah film horor lebih digemari masyarakat Indonesia? Jawabannya: YA, dan alasannya sangat beragam—dari ketertarikan budaya, sensasi psikologis, hingga kemasan yang makin berkualitas.

Nah, sekarang giliran kamu:

Apakah kamu juga termasuk pecinta film genre horor? Cerita film horor lokal mana yang paling berkesan buat kamu?